Sabran Husni Penjaga Lingkungan Wisata Air Hitam Sebangau Kereng Bangkirai
Aksaraborneo.com, Palangkaraya – Mengenakan kaos berkerah warna putih dan masker, Sabran Husni nampak bersahaja membantu pengunjung dengan kursi roda untuk naik ke lanting apung.
Dia bercengkerama dan sesekali melemparkan senyum ramah kepada pengunjung, sambil memegangi tangan agar tidak terjatuh ke hamparan air hitam.
Pria berumur setengah abad lebih itu sehari-hari mengabdikan diri di Kawasan Wisata Air Hitam Sebangau Kereng Bangkirai, sejak dari kecil tinggal di tempat tersebut.
Pundi-pundi rupiah tak menjadi tujuan utamanya, baginya merawat kawasan tersebut menjadi destinasi unggulan Bumi Tambun Bungai adalah yang utama.
“Saya di sini sejak kecil. Dulu di sini kawasan mati, namun dengan kreatifitas bersama masyarakat bisa sampai seperti ini,” katanya tak lama ini.
Orang tak menyangka jika dulu wisata tersebut adalah kawasan mati, karena dampak peristiwa ‘Sampit’ tahun 2001 silam, orang suku Madura yang biasanya bongkar muat barang di sana meninggalkan tempat tersebut.
Mangkrak tak terurus, namun dengan kegigihan dan cita-cita di pundak masyarakat yang tinggi, dengan bantuan pemerintah setempat, Sabran Husni dan kawan-kawannya mampu menyulap kawasan mati.
Kini, orang dari berbagai daerah bahkan manca negara sudi berkunjung, karena eksotis keindahan alam dan suguhan tak didapatkan di tempat lain.
Kebersihan, pusat oleh-oleh, berbagai wahana ditawarkan disertai kuliner dari masyarakat sekitar mampu menghipnotis pelancong agar datang berwisata kesekian kalinya.
Awal Mula Perjuangan
Didapuk menjadi ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Sabran Husni mempunyai tugas untuk mengatur ritme wahana-wahana dan kebersihan lingkungan.
Tak gampang merubah karakter orang, itu yang dialaminya. Perasaan kesal dan jengkel beradu di hatinya ketika saat wejangan tidak membuang sampah sembarangan dihiraukan begitu saja.
“Kalau di sini kotor siapa yang mau berkunjung? Kesadaran kebersihan lingkungan yang dulu kita tanamkan,” ungkapnya.
Untuk mendongkrak kesadaran masyarakat, dia kerap menceritakan saat kunjungannya di Bali, salah satu orang lokal di sana enggan menerima uang lelah yang diberinya.
Orang lokal tersebut memakai sarung kotak-kotak khas daerah Bali, membantunya menyebarang jalan, mengantarkan belanja hingga rela menunggu.
Saat hendak diberi uang lelah, ditolak dan menuturkan, “Kami di sini tidak ada tambang atau perkebunan pak. Satu-satunya yang menghidupi kami adalah kunjungan wisata, bila berhenti berkunjung mati kelaparan kami,” jawabnya.
Dari cerita itulah dia perlahan menumbuhkan perasaan masyarakat Dayak, Kalteng khususnya di Kereng Bangkirai, agar merawat kawasan wisata.
“Oleh karena itu saya berjuang saya berusaha agar masyarakat bersama-sama menjaga dan merawat, sehingga dapat menghasilkan,” bebernya.
Puluhan Orang Bergantung Hidup di Kawasan Wisata Air Hitam Kereng Bangkirai
Memiliki 5 orang anak, 4 diantaranya sudah Sarjana, 1 orang masih duduk di bangku SMA, membuat Sabran Husni lebih leluasa mengabdikan diri sebagai penjaga kawasan wisata air hitam Sebangau Kereng Bangkirai.
Tercatat sebanyak 70 orang menggantungkan hidup untuk mengais ekonomi di kawasan itu, dari pelaku UMKM, penarik getek, Bebek Gowes, hingga Lanting Apung.
“Itu yang tercatat resmi, belum lagi yang datang saat ramai. Itu pedagang balon, pentol, es datang di situ,” ujarnya.
Kondisi pandemi Covid-19 yang melanda beberapa tahun lalu tak mudah bagi mereka, perekonomian lumpuh, wisata sepi, pelaku ekonomi gulung tikar.
Tidak mau kejadian serupa melanda, Sabran Husni bertekad, kawasan wisata itu selalu hidup pada musim apapun, agar dapur masyarakat tetap mengepul.
Dengan meningkatkan kebersihan, pelayanan, suguhan dan promosi digencarkan dibantu pemerintah setempat.
Saat ini, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Tengah telah mendukung kegiatan masyarakat di sana, seperti dukungan bak sampah, tenda-tenda berteduh dan lainnya.
Wahana Unggulan
Di Kawasan Wisata Air Hitam Dermaga Kereng Bangkirai, ada dua yang menonjol yaitu alam yang masih natural dibalut hamparan air hitam dan lanting terapung digunakan sebagai susur sungai.
Cukup membayar Rp 25 ribu per orang, wisatawan dapat menikmati alam yang mempesona di Bumi Tambun Bungai.
“Lanting apung ini tidak ada di tempat lain. Karena di sini tidak berarus, Lanting Apung bisa leluasa tidak terombang-ambing atau terseret arus saat susur sungai,” jelasnya.
Didalam lanting apung itu, wisatawan dapat memesan makan dan minum sesuai selera, berjoget ria, karaoke dan disediakan aksesoris topi bulu burung untuk berfoto.
Menjaga keselamatan wisatawan, disediakan pelampung sesuai standar operasional prosedur, tak hanya itu pelancong dapat membeli tiket asuransi saat di depan gerbang masuk.
Bagi penghobi mancing, dapat sewa getek sekaligus orang yang menunjukan spot-spot banyak ikan dan ditunggui dengan selesai.
Bebek Gowes pun mewarnai wahana yang ditawarkan wisata terpopuler di Kota Cantik Palangkaraya tersebut.
Uluran Tangan Pemerintah
Dia mengusulkan agar pemerintah menetapkan ikon khas Wisata Air Hitam Sebangau Kereng Bangkirai yaitu adanya Lanting Apung.
“Kalau orang kesini, arahnya ke Lanting Apung. Karena itu hanya satu-satunya, tak ada di tempat lain. Saya harap pemerintah dapat menjadikan ikon,” tegasnya.
Adanya Putra-Putri Pariwisata juga didorongnya agar tidak jago kandang, namun dapat mempresentasikan ke luar daerah hingga luar negeri.
Pasalnya dalam kepariwisataan promosi adalah hal yang penting memantik minat wisatawan berkunjung.
Dengan begitu, kerja sama apik masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan pariwisata berbasis alam yang di Bumi Tambun Bungai yang mendunia dapat terwujud.*